CINTA
DAN PERKAWINAN
Cinta adalah sebuah emosi
dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi
cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih
dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif
yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,
perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,
patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
Perkawinan adalah ikatan sosial
atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan
dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan
antar pribadi yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan
diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud
untuk membentuk keluarga.
Tergantung
budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa
berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep
perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya
dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus
diresmikan dengan pernikahan.
- Memilih
Pasangan
Memilih pasangan hidup bukanlah perkara mudah. Pasalnya,
banyak orang yang merasa tidak sreg ketika mereka ditawari untuk memilih suami
atau memilih istri, tak seperti memilih pacar yang bisa dengan mudah dilakukan.
Menurut mereka, pasangan hidup adalah orang yang diajak untuk susah senang
bersama, yang diharapkan hanya akan ada yang pertama dan yang terakhir.Itu
sebabnya memilih pasangan hidup jauh lebih susah dibandingkan dengan memilih
pekerjaan atau tempat sekolah.
Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun
perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai
pasangannya. Maka dari itu harus benar-benar diperhitungkan ketika memilih
pasangan yang baik. Bila ingin pintar, seseorang harus rajin belajar, bila
ingin kaya seseorang harus berhemat, begitu pula tentang pasangan hidup. Bila
menginginkan pasangan hidup yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada
sesuatu di dunia ini yang untuk mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan.
Segala sesuatu ada harga-nya termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup
yang baik. Ya, dimulai dari diri sendiri. Bila kita bercita-cita untuk
mendapatkan pasangan hidup yang baik, maka kita sendiri harus baik. Percayalah,
Tuhan telah memasangkan manusia sesuai dengan karakter dan derajat mereka
masing-masing. Manusia yang baik hanyalah untuk manusia yang baik pula, begitu
pula sebaliknya.
Banyak orang yang pikirannya terlalu pendek dalam perkara
ini sehingga gagal dalam pernikahannya. Prinsipnya adalah jika kita hanya
berpedoman pada hal-hal yang sifatnya duniawi (kecantikan dan kekayaan) maka
akan sangat sulit dalam menjalani hari-hari berumah tangga nantinya. Karena
semua itu sifatnya hanya sementara dan sangat mudah berubah. Jadi, jika jatuh
cinta hanya karena melihat dari segi kecantikan/ketampanan dan atau kekayaan,
maka cinta tersebut akan sangat mudah berkurang bahkan hilang. Jika kita memang
cinta pada seseorang maka lahirlah ketampanan/kecantikan, bukan sebaliknya.
Berikutnya adalah tentang masalah fisik. Banyak yang berkata bahwa wanita
cantik hanya pantas untuk laki-laki tampan, begitu pula sebaliknya. Dan apa
yang terjadi ketika teman kita yang mungkin tak begitu cantik mendapatkan suami
yang tampan dan juga kaya, maka kita biasanya akan protes. Kita merasa bahwa
dirinya tak pantas dan kitalah yang lebih pantas.
Inilah yang menutupi rezeki kita. Perasaan iri dan dengki
menutupi rezeki kita untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Orang yang
hatinya dipenuhi penyakit hati biasanya akan memancarkan aura negatif.
Sebaliknya, orang yang hatinya bersih maka aura positiflah yang akan terpancar
keluar dari dalam jiwanya. Tentunya siapa pun pasti akan lebih memilih orang
yang memiliki aura positif daripada negatif.
Lalu, mengingat pernikahan itu adalah sebuah investasi
jangka panjang maka kita juga harus melihat calon pasangan kita dalam jangka
panjang. Bolehlah jika dia saat ini belum sukses, belum kaya, belum pintar,
tetapi ketika ada potensi di masa depan dia akan menjadi lebih baik maka
mengapa tidak??? Daripada kita hanya melihat kondisi dia saat ini tetapi di
masa depan justru punya potensi akan meninggalkan kita. Betapa banyak wanita
yang menikah hanya karena melihat prianya saat ini tampan dan betapa banyak
wanita yang menikah karena hanya melihat wanitanya saat ini cantik. Mereka
tidak sadar bahwa 10 tahun lagi bisa jadi ketampanan/kecantikan tersebut sudah
pudar.
Adapun bila kita dihadapkan suatu pilihan lebih dari satu,
tentu sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik baginya, meskipun pilihan
terbaik baginya tidak selalu identik dengan pilihan yang terbaik bagi umum,
karena seseorang tentu memiliki pertimbangan yang sangat khusus yang tidak
dimiliki oleh orang lain.
Maka,
ketika sedang memilih calon pasangan, bukalah mata lebar-lebar. Lihatlah dia
secara utuh. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang dia, terutama
kekurangannya. Karena saya yakin, kelebihan dari pasangan akan dengan mudah
kita terima tetapi kekurangan? Tanyakanlah pada diri sendiri, mumpung belum
akad nikah, apakah siap menerima kekurangan-kekurangan tersebut?
Terakhir, lihatlah dia tidak hanya di masa sekarang tetapi
juga potensinya di masa depan. Tahukah kalian bedanya anak-anak dan dewasa?
Anak-anak hanya berfikir apa yang ada sekarang sementara orang dewasa berfikir
lebih jauh ke depan. Pernikahan adalah urusannya orang dewasa maka berfikirlah
dewasa.
- Hubungan
dalam Perkawinan
Simak dulu pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW,
seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and
coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan
perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa
diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang
tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan
pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat
Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di
saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan
kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut
Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa
marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari
pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha
untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan
orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang
sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa
membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap
hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih
berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn
mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih
memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat : Transformation.
Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati
pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi
pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang
menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.
Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan
ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima : Real Love. “Anda berdua akan
kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan
kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan
pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk
saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati
cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah
mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk
mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan
hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit
memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap
perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda
berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga
anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali
bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan
sekali-kali berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu
hari merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang
baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Alloh
pilihkan.
Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan
untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda
menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia
harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi
jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan
Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda,
kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti
semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu
adanya, ada baiknya kita perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan
aku bukan dia, aku adalah aku begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia
dan dia bagian dari aku. Karena aku Mencintainya, jadi aku harus bisa
memakluminya dan berusaha untuk terus bersikap baik, lebih baik darinya hingga
sikapku bisa menjadi contoh kebaikan untuknya."
- Penyesuaian
dan Pertumbuhan dalam Perkawinan.
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan bahwa penyesuaian
perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki
perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang
berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan
sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk
tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan
kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego,
dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka,
termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan
pekerjaan.
Lasswell
dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah
bahwa dua individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan,
dan harapan.
Dyer (1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam
proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana
adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan
kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan
beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan
bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.
Schneiders
(1964) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah suatu seni
kehidupan dan bermanfaat dalam kerangka tanggung jawab, hubungan, dan
pengharapan yang merupakan hal mendasar dalam perkawinan.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian
perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda
sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung
jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga
dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang
memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru
sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan,
kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan
harapan.
Hurlock (1990) mengatakan bahwa terdapat lima kriteria
keberhasilan dalam penyesuaian perkawinan, yaitu :
1.
Kebahagiaan suami istri
Suami
dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan
kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga
mempunyai cinta yang matang dan mantap satu dengan lainnya. Mereka juga dapat
melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai
orang tua.
2.
Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat
Perbedaaan
pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya
berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu adanya ketegangan
tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing
keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam
jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam
penyesuaian perkawinan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi
ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.
3.
Kebersamaan
Jika
penyesuaian perkawinan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang
digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk
dengan baik pada awal-awal tahun perkawinan, maka keduanya dapat mengikatkan
tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun
rumah atas usahanya sendiri.
4.
Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan
Dalam
keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah
sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu
mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari
utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan
atas usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri
yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai. Bisa juga dia
bekerja untuk membantu pendapatan suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.
5.
Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga
Apabila
suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan,
khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk
terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria keberhasilan penyesuaian perkawinan
adalah kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari
perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan,
dan penyeusian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki
hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal
yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan :
1.
Usia
Udry
dan Schoen (dalam Dyer, 1983) mengatakan bahwa penyesuaian pekawinan rendah
apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu laki-laki di bawah
20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan
beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati,
dan tidak bahagia. Penelitian juga mengatakan bahwa dalam ketidakmatangan,
cenderung untuk melihat perkawinan dari segi romantismenya dan kurang persiapan
untuk menerima tanggung jawab dari perkawinan tersebut. Tapi dalam hal
perbedaan usia, penelitian ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian
menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang
sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain
juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983).
2.
Agama
Hubungan
antara agama dan penyesuaian perkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun.
Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbedabeda dan selalu tidak
konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama
dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada
penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer,
1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan
Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama
di ketiga agama tersebut.
3.
Ras
Sejauh
ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar
ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa
perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit
yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983). Penelitian yang
dilakukan Monahan (dalam Dyer, 1983) pada perkawinan antar ras di Iowa,
ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan
kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit
hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah
dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih.
Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan
antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan
berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka
masing-masing
4.
Pendidikan
Data
dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor
yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983)
menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan
dengan kebahagiaan perkawinan. Penelitian terhadap perbedaan pendidikan pada
pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada
pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama
akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain juga
mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan suami
istri dengan penyesuaian perkawinan (Terman; Burgess & Wallin, dalam Dyer,
1983).
5.
Keluarga Pasangan
Salah
satu hal yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana
mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah
menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan
bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam
Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam
ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan
biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumahtangga.
Pertumbuhan dalam perkawinan
Ada kualitas yang pasangan merasa mereka harus memiliki yang
akan meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan Pernikahan mereka. Jika Anda
ingin datang lebih dekat kepada suami atau Istri Anda, itu akan membutuhkan
beberapa keterampilan, perilaku dan kualitas untuk menyelamatkan pernikahan
Anda.
Berikut adalah 3 kualitas yang kondusif untuk membantu
menyelamatkan pernikahan Anda :
- Kejujuran
Ketidakjujuran adalah salah satu penentu utama dari
pernikahan yang gagal. Ini telah menyebabkan pasangan untuk memisahkan,
merugikan satu sama lain atau bahkan membunuh satu sama lain. Bicaralah kepada
suami atau istri sebagai bermaksud baik. Mengucapkan terima kasih untuk hadiah
yang tidak diinginkan. Kadang-kadang, orang akan bertunangan dengan kebohongan
karena mereka takut untuk menyakiti orang lain. Tidak ada heran dalam menarik
untuk kebohongan karena kita biasanya mengakui penipuan.
- Mengampuni
Biarkan pergi, menenangkan rasa sakit, menyembuhkan dan
bersatu kembali. Ini adalah kata-kata yang menunjukkan Pengampunan. Menjadi
dirugikan mental atau emosional menciptakan luka yang mendalam. Tampaknya
manusia lama untuk membalas dendam manis tapi itu akan melakukan apapun yang
baik untuk Anda. Hal ini akan memperburuk pernikahan Anda. Pengampunan
melibatkan simpati terdalam dan kebijaksanaan. Bagi mereka yang peduli dan
nilai pernikahan mereka, sangat penting untuk memahami dinamika perkawinan.
- Komunikasi
Pasangan keinginan untuk terbuka, untuk berbagi, untuk
berhubungan, dan untuk secara aktif berbicara dan mendengarkan yang lain. Kami
biasanya menunggu sampai orang telah meninggal untuk mengekspresikan nilai
mereka dalam hidup kita, untuk menghormati mereka terbuka dan mengekspresikan
cinta kita untuk mereka. Jangan menghilangkan diri dari komunikasi yang erat.
Luka sembuh dengan cepat ketika ada yang tahu bahwa cinta tidak diragukan lagi
ada. Komunikasi yang benar antara untuk pasangan muda adalah value.There
terbatas kualitas yang pasangan merasa mereka harus memiliki yang akan
meningkatkan untuk melanjutkan pertumbuhan pernikahan mereka. Jika Anda ingin
datang lebih dekat kepada suami atau istri Anda, itu akan membutuhkan beberapa
keterampilan, perilaku dan kualitas untuk menyelamatkan pernikahan Anda.
- Perceraian
dan Pernikahan Kembali
Perceraian
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua
pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta
pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus
memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan
(seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima
biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum
dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke
pengadilan
Jenis
perceraian ada 2 :
- Cerai hidup
- karena tidak cocok satu sama lain.
- Cerai mati
- karena salah satu pasangan meninggal.
Penyebab
perceraian :
1.
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan
tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami
– istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal
antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan
kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan
perincian yang lebih mendetail.
2.
Krisis moral dan akhlak
Selain
ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh
landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung
jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan,
pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun
istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3.
Perzinahan
Di
samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah
perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami
maupun istri.
4.
Pernikahan tanpa cinta
Alasan
lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah
perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi
adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta,
pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus
berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang
terbaik.
5.
Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam
sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah
dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang
berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul
dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri. Langkah
pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah :
- Adanya
keterbukaan antara suami – istri
- Berusaha
untuk menghargai pasangan
- Jika
dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
- Saling
menyayangi antara pasangan
Pernikahan kembali
Berikut ini adalah beberapa alasan yang paling umum untuk
tingkat perceraian yang lebih tinggi dalam Pernikahan kembali.
- Salah
satu mitra yang sama dari perkawinan terakhir Anda masih hadir di
pernikahan kembali ini.
Kebanyakan
orang tidak meluangkan waktu untuk mengevaluasi apa yang salah. Mereka hanya
berasumsi masalahnya adalah WHO. Sayangnya itu tidak terjadi. Anda perlu memeriksa
apa yang menyebabkan pernikahan berantakan. Sementara itu tergoda untuk
menganggap bahwa mantan pasangan Anda adalah masalah, mereka tidak 100%
bertanggung jawab. Tanpa mengambil waktu untuk melihat bagian dalam kematian
ANDA pernikahan, Anda ditakdirkan untuk mengulangi yang sama, jika tidak sama,
kesalahan.
- Sebuah
pengalaman perceraian tidak tiba-tiba mengungkapkan kesadaran khusus dari
tanda-tanda
bahaya
Hubungan. Fakta yang menyedihkan adalah, orang-orang bergegas ke suatu hubungan
baru terlalu cepat setelah perceraian mereka. Mereka tidak benar-benar siap
untuk berada dalam hubungan berkomitmen dalam cara perkawinan baru memerlukan.
Kebanyakan orang masih terhuyung-huyung dari banyak perubahan dan / atau
kerugian yang mereka alami sebagai hasil dari perceraian mereka. Melanjutkan
untuk dibungkus dalam apa yang terjadi dalam pernikahan terakhir Anda tidak
membangun dasar yang stabil bagi pernikahan baru.
- Komitmen
pernikahan kembali adalah kurang dari dalam pernikahan yang pertama.
Dengan
berada di pernikahan kembali, itu berarti satu anggota pasangan Anda telah
menikah sebelumnya. Jika pernikahan sebelumnya berakhir dengan perceraian itu
berarti keputusan sadar dibuat untuk mengakhiri pernikahan. Itu batas yang
menyeberang. Setelah batas yang dilanggar sekali, jauh lebih mudah untuk datang
ke kesimpulan bahwa lagi. Perceraian tidak lagi yang tidak diketahui. Anda
mungkin tidak menyukainya tetapi Anda menanggungnya. Karena itu, menjadi
pilihan yang lebih layak dibandingkan pada pernikahan pertama sesegera segala
sesuatunya menjadi kasar.
- Sebuah
keluarga adalah sebuah langkah yang tidak diketahui di masyarakat kita.
Langkah
keluarga dengan cepat menjadi unit keluarga yang paling umum, tapi tidak ada
yang punya petunjuk bagaimana mereka seharusnya bekerja? A keluarga inti dari
ibu, ayah dan anak-anak biologis mereka masih dipandang sebagai gagasan standar
keluarga) Sebuah keluarga Langkah TIDAK cocok cetakan ini.. Ketika keluarga
langkah baru melihat bahwa keluarga mereka tidak datang dekat dengan menyerupai
apa yang mereka harapkan, itu umum bagi mereka untuk mulai mempertanyakan
keputusan mereka untuk menikah lagi.
Perceraian itu menyakitkan. Tidak ada mendapatkan sekitar
itu. Anda terluka, Anda ex-pasangan sakit, dan anak-anak Anda sakit. Daripada
berlari ke altar karena Anda "jatuh cinta", mengambil waktu untuk
mundur dan mempersiapkan. Jangan menempatkan diri dan anak-anak Anda melalui
rasa sakit perceraian lain. Jadilah bijaksana. Jadilah mitra yang lebih baik
daripada hanya mencari yang lebih baik.
- Alternatif
Selain Menikah
Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan.
pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng
ganteng
kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada
banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring
dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang
masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel.
Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi
pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian,
sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka
bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan
jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja
lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan
karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap
melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki
kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika
sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga
memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada
kepuasaan tersendiri.
Banyak
yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri,
berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan
dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang
disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang
biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan
teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika
diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun
datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang
dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana
dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk
dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau
adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak
melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak
dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa
jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah
alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti.
Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya,
mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta
menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus
modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi
yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan