GENDER
Identitas Gender (gender identity), kesadaran tentang keperempuanan atau
kelaki-lakian dalam hal yang diakibatkannya pada masyarakat asli seseorang,
adalah sebuah aspek penting dalam mengembangkan konsep diri.
·
Seberapa bedakah anak laki-laki
dan anak perempuan?
·
Apa yang menyebabkan
perbedaan-perbedaan ini?
·
Bagaimana nak menfembangkan
identitas gender dan bagaimana hal ini memengaruhi sikap dan perilaku mereka.
Perbedaan Gender
Perbedaan
gender adalah perbedaan perilaku atau psikososial antara laki-laki dan
perempuan, berbeda dari perbedaan jenis kelamin, yaitu perbedaan fisik antar
pria dan wanita. Perbedaannya dapat diukur baik fisik maupun perilaku antara
bayi laki-laki dan perempuan sangat sedikit. Meskipun beberapa perbedaan gender
menjadi lebih jelas pada usia 3 tahun, secara rata-rata anak laki-laki dan
perempuan terlihat sangat mirip. Perbedaan utama adalah pada perilaku yang
lebih agresif dari anak laki-laki. Selain itu, kebanyakan peneliti menemukan
bahwa anak perempuan lebih empatik dan suka menolong (keenan & shaw,1997),dan
beberapa menemukan bahwa anak perempuan lebih penurut terhadap orang tua dan
mencari persetujuan orang dewasa disbanding laki-laki (N.Eisenberg,Fabes, Schaller, Miller, 1989;
M. L. Hoffman.1977; Maccoby,1980;Turner 7 Gervai, 1995). Pada masa kanak-kanak
awal dan juga pada masa praremaja dan remaja, anak perempuan cenderung
mengguanakan bahasa yang lebih responsive seperti pujian, persetujuan,
pengakuan, dan penjelasan kembali dari apa yang sudah diucapkan oaring lain
(Leaper & Smith,2004). Secara
umum, skor test kecerdasan menunjukkan tidak ada perbedaan antara gender
(Keenan & shaw,1997); kebanyakan test yang diguanakan secara luas berupaya
menghialangkan bias gender (Neisser at al,. 1996). Meskipun demikian, terdapat
perbedaan dalam hal kemampuan spesifik. Perempuan lebih baik dalam kemampuan
verbal(tapi tidak analogi), perhitungan matematika, serta tugas-tugas yang memerlukan koordinasi motorik halus dan
persepsi. Laki-laki cenderung lebih baik dalam hal kemampuan keruangan,
matematika abstrak dan penalaran sains (Halper, 1977).Perbedaan kognitif ini
yang kelihatannya ada diberbagai budaya berbeda, dimulai pada masa wal
kehidupan.Keunggulan anak perempuan dalam kelancaran verbal dan kecepatan
persepsi sudah terlihat pada masa bayi dan balita, dan kemampuan anal laki-laki
yang lebih baik dalam memanipulasi gambar dan bentuk secara mental serta
memecahkan persoalan labirin terlihat makin jelas pada masa prasekolah awal.
Perbedaan lain tidak tampak pada masa
praremaja dan sesudahnya (Halpern, 1997: Levine, huttenlocher, Tylor &
Langrock,1999).
Hal
yang perlu kita ingat adalah perbedaan gender hanya valid pada kelompok besar
anak dan tidak selalu valid pada tataran individual. Hanya dengan mengetahui
jenis kelamin anak, kita tidak bisa memprediksikan apakah anak itu akan menjadi
lebih cepat, kuat, cerdas, patuh atau asertif dibanding anak lain.
Berbagai Sudut Pandang Perkembangan Gender
Apa yang menyebabkan perbedaan gender, dan mengapa beberapa diantaranya
baru muncul seiring dengan pertambahan usia? Sebuah penjelasan yang paling
berpengaruh, hingga akhir-akhir ini, berpusat pada adanya perbedaan pengalaman
dan pengharapan sosial yang ditemui anak laki-laki dan perempuan sejak mereka
lahir. Pengalaman-pengalaman ini berhubungan dengan tiga aspek identitas
gender: peran, penipean, dan stereotip gender.
Peran Gender (gender
roles) adalah sekumpulan perilaku minat, sikap, keahlian, dan trait
kepribadian yang dianggap sesuai oleh sebuah budaya terhadap laki-laki atau
perempuan.Seperti di Cile tempat Isabel Allende, perempuan diharapkan
mendedikasikan waktu mereka untuk merawat rumah dan anak-anak, sedangkan
laki-laki sebagai penyedia kebutuhan dan pelindung.Perempuan juga diharapkan
menurut dan telaten; laki-laki diharapkan aktif, agresif, dan kompetitif.
Penipean Gender (gender
typing) sebuah proses dimana anak mendapatkan peran gender. Terjadi pada
awal masa kanak-kanak, tetapi tingkat penipean gender masing-masing anak
berbeda-beda.Stereotip Gender (gender stereotypes) adalah
hubungan generalisasi yang sudah ada sebelumnya mengenai perilaku laki-laki
atau perempuan, seperti “Semua perempuan pasif dan bergantung: semua laki-laki
agresif dan mandiri”. Stereotip gender diserap oleh banyak budaya. Hal tersebut
muncul pada beberapa tingkatan anak-anak, paling muda pada usia 2 atau 3 tahun,
meningkat selama masa prasekolah, dan mencapai puncaknya pada usia 5 tahun.
Pendekatan Biologis
Adanya kesamaan peran gender diberbagai budaya menunjukkan bahwa
perbedaan gender, setidaknya, mungkin berdasarkan perbedaan biologis dan
peneliti kontemporer, telah mengumpulkan bukti penjelasan biologis mengenai
perbedaan gender: genetic, hormone, dan sistem saraf.
Hormon dalam darah
sebelum atau sesaat sebelum lahir dapat memengaruhi otak yang masih berkembang.
Pada usia 5 tahun, ketika otak anak mencapai ukuran yang hampir sama dengan
otak orang dewasa, otak anak laki-laki lebih besar 10 persen dibandingkan anak
perempuan, disebabkan karena anak laki-laki memiliki gray matter yang
lebih banyak pada korteks serebrum, sedangkan anak perempuan memiliki kepadatan
neuron yang lebih tinggi. Kita memiliki bukti bahwa perbedaan ukuran copus
callosum, kumpulan jaringan yang menghubungkan otak bagian sebelah kiri dan
kanan berhubungan dengan kelancaran bahasa.Karena anak perempuan memiliki copus
callosum yang lebih besar, koordinasi yang lebih baik antara otak kiri dan
kanan mungkin dapat menjelaskan mengapa anak perempuan memiliki kemampuan
verbal yang lebih tinggi.
Dalam sebuah penelitian
terhadap anak berusia 3-19 tahun, anak dengan CAH (congenital adrenal
hyperplasia) menunjukkan pemilihan terhadap mainan laki-laki yang lebih
tinggi dibandingkan saudara perempuan mereka yang tidak memiliki kelainan ini
meskipun orang tua mereka mendorong perilaku yang sesuai dengan gender mereka.Mungkin
contoh yang paling dramatis dari penelitian berdasarkan biologis adalah bayi
yang diubah jenis kelaminnya menjadi perempuan secara medis karena hilangnya
alat kelamin atau kelamin yang ambigu (sebagian laki-laki sebagian perempuan).
Penelitian ini menunjukkan bahwa identitas gender mungkin didasari oleh
struktur kromosom atau perkembangan sebelum lahir sehingga tidak bisa diubah
dengan mudah.
PENDEKATAN KOGNITIF
Menurut Kolhberg dan para ahli kognitif lain, anak secara
aktif mencari petunjuk mengenai gender dalam dunia sosial mereka→siapa
melakukan apa dan siapa dapat bermain dengan siapa. Ketika anak menyadari
dirinya termasuk ke dalam gender yang mana, ,mereka mengadopsi perilaku yang
mereka anggap sesuai dengan gender tersebut.
Menurut Kohlberg perolehan peran gender bergantung pada konstanta
gender (gender constanty), atau disebut juga konstanta kategori
jenis kelamin→kesadaran anak bahwa jenis kelaminnya selalu tetap. Konstanta
gender tumbuh dalam tiga tahap:
Identitas, stabilitas, dan konsistensi gender (Ruble & Martin, 1998;
Szkrybalo & Ruble, 1999). Identitas
gender→kesadaran mengenai gendernya sendiri dan orang lain, biasanya muncul
pada usia antara 2 sampai 3 tahun. Stabilitas gender muncul ketika anak
perempuan sadar bahwa ia akan tumbuh sebagai seorang wanita dan anak laki-laki
menyadari bahwa ia akan tumbuh menjadi seorang pria. Dengan perkataan lain,
gender adalah sesuatu yang tetap meskipun usia seseorang berubah. Pada saat
usia 3 dan 7 atau bahkan lebih, tumbuhlah konsistensi gender: kesadaran
bahwa perempuan akan tetap menjadi perempuan meskipun rambutnya dipotong
pendek, memakai celana, atau anak laki-laki tetap menjadi laki-laki meskipun ia
memiliki rambut panjang atau memakai anting.
Pendekatan kognitif yang menggabungkan elemen perkembangan
kognitif dan teori belajar sosial adalah teori skema gender (gender
schema theory), yang mencoba menggambarkan mekanisme kognitif bagaiaman
pembelajaran gender dan penipean gender terjadi.
Skema (mirip dengan skema Piaget) adalah sebuah jaringan yang
terorganisasi secara mental mengenai informasi yang memengaruhi berbagai macam
perilaku. Menurut teori skema gender, anak mulai (kemungkinan besar dari bayi) mengategorikan berbagai
kejadian dan orang, mengatur pengamatan mereka di sekitar skema, atau kategori,
dari gender. Mereka mengatur informasi ini dengan dasar bahwa mereka melihat
masyarakat mereka mengklasifikasi orang dengan cara ini: laki-laki dan
perempuan menggunakan pakaian, bermain dengan mainan, dan menggunakan kamar
mandi yang berbeda. Setelah mengetahui jenis kelaminnya, anak mengambil peran
gender dengan mengembangkan konsep arti menjadi laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat mereka. Anak kemudian menyesuaikan perilaku mereka dengan skema
gender budaya-apa yang “seharusnya” dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Masalah yang timbul dari kedua teori skema gender maupun
teori Kohlberg adalah stereotip gender tidak selalu meningkat seiring dengan
peningkatan pengetahuan gender; bahkan sering kali yang terjadi adalah
berlawanan (Bussey & Bandura, 1999). Pandangan saat ini yang didukung oleh
hasil penelitian, adalah stereotip gender meningkat, kemudian menurun seiring
dengan pola perkembangan (Rule & Martin, 1998; Welch-Ross & Schmidt,
1996). Sekitar usia 4-6, menurut teori
skema gender, anak mengonstruksi dan mengonsolidasikan skema gender, mereka
hanya menyadari dan mengingat informasi yang sesuai dengan skema ini dan bahkan
melebih-lebihkannya. Bahkan mereka cenderung untuk salah mengingat informasi
yang bertentangan dengan stereotip gender, seperti foto anak perempuan yang
menggergaji kayu atau anak laki-laki yang memasak, dan bersikeras mengatakan
jenis kelamin pada foto itu adlah sebaliknya. Anak kecil akan dengan cepat
menerima label ketika diberi tahu bahwa sebuah mainan yang tidak familiar
adalah untuk lawan jenisnya, mereka akan melepaskan dengan segera, dan mereka
juga mengharapkan orang lain melakukan hal yang sama (C.L. Martin. Eisenbund
& Rose, 1995; Martin & Ruble,
2004; Ruble & Martin, 1998).
Pada usia 5 dan 6 tahun, anak mengembangkan perbendaharan
stereotip yang kaku mengenai gender dan mengaplikasikannya pada diri sendiri
dan orang lain. Anak laki-laki akan lebih memperhatikan apa yang dianggap
sebagai mainan “laki-laki” dan anak perempuan terhadap mainan “perempuan”. Anak
laki-laki akan berharap bisa melakukan lebih dari baik pada hal-hal yang
dianggap “laki-laki” daripada “perempuan”, dan ketika mencoba sesuatu, misalnya
mendandani boneka, mereka akan sangat kikuk. Kemudian pada usia 7 atau 8 tahun,
skema menjadi lebih kompleks seiring dengan integrasi anak mengenai informasi
yang bertentangan, seperti fakta bahwa kebanyakan anak perempuan juga memakai
celana. Anak mengembangkan keyakinan yang lebih kompleks mengenai gender dan
jadi lebih fleksibel mengenai pandangan mereka terhadap peran gender.
Pendekatan kognitif terhadap perkembangan gender telah
memberikan konstribusi penting dengan mengeksplorasi bagaimana anak berpikir
mengenai gender dan apa yang mereka ketahui mengenai hal ini pada usia yang
berbeda, Meskipun demikian, pendekatan ini tidak bisa secara penuh menjelaskan
keterkaitan antara pengetahuan dan perilaku. Ada perdebatan mengenai mekanisme
pasti yang membuat anak melakukan peran gender tertentu dan mengapa sebagian
anak lebih memiliki penipean gender yang lebih kuat dibandingkan yang lain
(Bussey & Bandura, 1992, 1999; Martin & Ruble, 2004; Ruble &
Martin, 1998).Beberapa peneliti menunjuk pada sosialisasi.
PendekatanPembelajaranSosial
Pada teori belajar tradisional, anak memperoleh
peran model dari apa yang diamati. Anak biasanya memilih model yang dianggap kuat
dan telaten. Biasanya model seseorang adalah orang tuanya, sering kali yang
berjenis kelaminsama, tetapi anak juga membuat pola dari perilaku orang dewasa
lain dan juga teman sepermainanmereka .Umpan balikdari perilaku bersama dengan pengajaran
orang tua, guru, dan orang dewasa lain mendorong penipean gender.
TeorikognitifSosial (Albert
Bandura)
Sebuah perluasan dari teori belajar
social, melihat gender sebagai hasil gabungan berbagai pengaruh yang kompleks,
baik personal maupun social. Sosialisasi bagaimana anak menginterpretasi dan menginternalisasi
pengalaman dengan orang tua, guru, teman dan institusi masyarakat, memainkan peran
yang penting.
PengaruhKeluarga
Anak laki-laki cenderung lebih memperhatikan
sosialisasi dalam permainan yang berhubungan dengan gender dibanding perempuan.
Orang tua, terutama Ayah, biasanya lebih menunjukan ketidak setujuan jika anak laki-laki
bermain dengan boneka dibandingkan anak perempuan bermain mobil-mobilan. Anak perempuan
memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan anak laki-laki dalam memilih mainan,
pakaian, dan temanbermain.
Dalamkeluarga yang egalite,
peran ayah dalamsosialisasi gender menjadi sangat penting.Dalam sebuah penelitian pengamatan terhadap anak berusia 4 tahun di inggris dan hungaria,
anaklaki-laki dan perempuan yang ayahnya ikut terlibat dalam tugas rumah tangga
dan pengasuhan anak menjadi lebih tidak sadar mengena istereotip gender dan terlibat
dalam permainan yang tidak memiliki stereotip gender.
Menurut sebuah penelitian
longitudinal selama tiga tahun terhadap 198 anak pertama dan anak kedua yang
bersaudara (usia median 10 dan 8) dan orang tua mereka. Anak kedua cenderung lebih
mirip dengan saudara tuanya dalam hal sikap, kepribadian, dan aktivitas waktu senggangnya.
Anak pertama lebih dipengaruhi oleh orang tuanya dan bukan oleh saudara mudanya.
Pengaruh teman
sebaya
Pada masak anak-kanak awal,
teman sebaya adalah hal utama yang memengaruhi penipean geder.Teman sebaya mulai
mendorong perilaku penipean gender pada usia 3 tahun, dan pengaruh ini meningkat
seiring pertambahan usia.Anak-anak, seperti juga orang tua mereka, tidak senang
dengan anak laki-laki yang bertindak “seperti wanita” dibandingkan anak perempuan
yang tomboy.
Bahkan pemelihan permainan pada
usia ini lebih dipengaruhi secara kuat oleh teman sebaya dan media dibandingkan
oleh model yang anak-anak lihatdirumah. Meskipun demikian, biasanya sikap orang
tua dan teman sebaya bekerja saling melengkapi. Teori kognitif social melihat teman
sebaya sebagai pengaruh independen terhadap sosialisasi, tetapi sebagai bagian dari
system budaya yang kompleks yang melampaui orang tua dan juga agen sosialisasi
yang lain.
PengaruhBudaya
Di AS, Televisi adalah saluran utam apenyebarluasan
sikap budaya terhadap gender. Meskipun parawanita dalam program televis dan iklan
lebih mungkin untuk bekerja diluar rumah dan terkadang laki-laki diperlihatkan mengurus
anak atau memasak, sebagian besar kehidupan yang digambarkan ditelevisi tetap lebih
bersifat stereotip dibandingkan kenyataan.
Teori belajar social meramalkan
bahwa anak yang banyak menonton siaran televise lebih memiliki penipean gender
dengan meniru model yang mereka lihat dilayar kaca. Bukti pendukung yang sangat
dramatis muncul dari sebuah eksperimen alamiah dibeberapa kota di kanada yang
memperoleh akses siaran televisi untuk pertama kalinya. Anak yang tadinya relatif
memiliki sikap yang tidak memiliki stereotip menunjukkan peningkatan pandangan
yang lebih tradisional dua tahun kemudian. Dalamsebuah penelitian lain, anak-anak
yang menonton serial televisi yang tidak
tradisional seperti episode dimana ayah dan anak laki-lakinya memasak bersama,
memiliki pandangan stereoptik yang lebih rendah dibandingkan anak yang
tidakmenonton serial itu.
Buku anak, terutama yang
bergambar, sejak lama telah menjadi stereoptip gender. Sekarang, proporsi perempuan
sebagai karakter utama sudah meningkat, dan anak-anak makin sering diperlihatkan
sedang melakukan kegiatan yang eas dari penipean gender (anakperempuan yang berpakain pilot atau sopir ambulans,
anak laki-laki yang hadir dipesta minum teh ata umembant umencuci). Meskipun demikian,
bahkan dalam buku bergambar yang baik, perempuan sering kali diperlihatkan dalam perandomestik yang tradisional, dan laki-laki
jarang di perlihatkan mengasuh anak atau melakukan pekerjaan rumah tangga. Ayah, bahkan, biasanya tidakhadir,
dan ketikamuncul, biasanya digambarkan sebagai orang tua yang tertutup dan tidak
efktif.
Kekuatan utama dari pendekatan sosialisasi
adalah kedalamandan keluasan berbagai macam proses yang diamatinyaserta lingkup
perbedaan individual yang brhasil disingkap. Namun, kekompleksan ini membuatya
sulit untuk menghasilkan suatu hubungan kausal yang jelas antara cara anak dibesarkan
dengan bagaimana mereka berfikir atau bertindak.