Sabtu, 27 Oktober 2012

Psikologi Perkembangan - Gender

GENDER
Identitas Gender (gender identity), kesadaran tentang keperempuanan atau kelaki-lakian dalam hal yang diakibatkannya pada masyarakat asli seseorang, adalah sebuah aspek penting dalam mengembangkan konsep diri.
·        Seberapa bedakah anak laki-laki dan anak perempuan?
·        Apa yang menyebabkan perbedaan-perbedaan ini?
·        Bagaimana nak menfembangkan identitas gender dan bagaimana hal ini memengaruhi sikap dan perilaku mereka.

 Perbedaan Gender
Perbedaan gender adalah perbedaan perilaku atau psikososial antara laki-laki dan perempuan, berbeda dari perbedaan jenis kelamin, yaitu perbedaan fisik antar pria dan wanita. Perbedaannya dapat diukur baik fisik maupun perilaku antara bayi laki-laki dan perempuan sangat sedikit. Meskipun beberapa perbedaan gender menjadi lebih jelas pada usia 3 tahun, secara rata-rata anak laki-laki dan perempuan terlihat sangat mirip. Perbedaan utama adalah pada perilaku yang lebih agresif dari anak laki-laki. Selain itu, kebanyakan peneliti menemukan bahwa anak perempuan lebih empatik dan suka menolong (keenan & shaw,1997),dan beberapa menemukan bahwa anak perempuan lebih penurut terhadap orang tua dan mencari persetujuan orang dewasa disbanding laki-laki  (N.Eisenberg,Fabes, Schaller, Miller, 1989; M. L. Hoffman.1977; Maccoby,1980;Turner 7 Gervai, 1995). Pada masa kanak-kanak awal dan juga pada masa praremaja dan remaja, anak perempuan cenderung mengguanakan bahasa yang lebih responsive seperti pujian, persetujuan, pengakuan, dan penjelasan kembali dari apa yang sudah diucapkan oaring lain (Leaper & Smith,2004).                                                                                                                              Secara umum, skor test kecerdasan menunjukkan tidak ada perbedaan antara gender (Keenan & shaw,1997); kebanyakan test yang diguanakan secara luas berupaya menghialangkan bias gender (Neisser at al,. 1996). Meskipun demikian, terdapat perbedaan dalam hal kemampuan spesifik. Perempuan lebih baik dalam kemampuan verbal(tapi tidak analogi), perhitungan matematika, serta tugas-tugas  yang memerlukan koordinasi motorik halus dan persepsi. Laki-laki cenderung lebih baik dalam hal kemampuan keruangan, matematika abstrak dan penalaran sains (Halper, 1977).Perbedaan kognitif ini yang kelihatannya ada diberbagai budaya berbeda, dimulai pada masa wal kehidupan.Keunggulan anak perempuan dalam kelancaran verbal dan kecepatan persepsi sudah terlihat pada masa bayi dan balita, dan kemampuan anal laki-laki yang lebih baik dalam memanipulasi gambar dan bentuk secara mental serta memecahkan persoalan labirin terlihat makin jelas pada masa prasekolah awal. Perbedaan lain tidak tampak pada  masa praremaja dan sesudahnya (Halpern, 1997: Levine, huttenlocher, Tylor & Langrock,1999).
Hal yang perlu kita ingat adalah perbedaan gender hanya valid pada kelompok besar anak dan tidak selalu valid pada tataran individual. Hanya dengan mengetahui jenis kelamin anak, kita tidak bisa memprediksikan apakah anak itu akan menjadi lebih cepat, kuat, cerdas, patuh atau asertif dibanding anak lain.                     

Berbagai Sudut Pandang Perkembangan Gender
Apa yang menyebabkan perbedaan gender, dan mengapa beberapa diantaranya baru muncul seiring dengan pertambahan usia? Sebuah penjelasan yang paling berpengaruh, hingga akhir-akhir ini, berpusat pada adanya perbedaan pengalaman dan pengharapan sosial yang ditemui anak laki-laki dan perempuan sejak mereka lahir. Pengalaman-pengalaman ini berhubungan dengan tiga aspek identitas gender: peran, penipean, dan stereotip gender.
            Peran Gender (gender roles) adalah sekumpulan perilaku minat, sikap, keahlian, dan trait kepribadian yang dianggap sesuai oleh sebuah budaya terhadap laki-laki atau perempuan.Seperti di Cile tempat Isabel Allende, perempuan diharapkan mendedikasikan waktu mereka untuk merawat rumah dan anak-anak, sedangkan laki-laki sebagai penyedia kebutuhan dan pelindung.Perempuan juga diharapkan menurut dan telaten; laki-laki diharapkan aktif, agresif, dan kompetitif.
            Penipean Gender (gender typing) sebuah proses dimana anak mendapatkan peran gender. Terjadi pada awal masa kanak-kanak, tetapi tingkat penipean gender masing-masing anak berbeda-beda.Stereotip Gender (gender stereotypes) adalah hubungan generalisasi yang sudah ada sebelumnya mengenai perilaku laki-laki atau perempuan, seperti “Semua perempuan pasif dan bergantung: semua laki-laki agresif dan mandiri”. Stereotip gender diserap oleh banyak budaya. Hal tersebut muncul pada beberapa tingkatan anak-anak, paling muda pada usia 2 atau 3 tahun, meningkat selama masa prasekolah, dan mencapai puncaknya pada usia 5 tahun.

Pendekatan Biologis
Adanya kesamaan peran gender diberbagai budaya menunjukkan bahwa perbedaan gender, setidaknya, mungkin berdasarkan perbedaan biologis dan peneliti kontemporer, telah mengumpulkan bukti penjelasan biologis mengenai perbedaan gender: genetic, hormone, dan sistem saraf.
            Hormon dalam darah sebelum atau sesaat sebelum lahir dapat memengaruhi otak yang masih berkembang. Pada usia 5 tahun, ketika otak anak mencapai ukuran yang hampir sama dengan otak orang dewasa, otak anak laki-laki lebih besar 10 persen dibandingkan anak perempuan, disebabkan karena anak laki-laki memiliki gray matter yang lebih banyak pada korteks serebrum, sedangkan anak perempuan memiliki kepadatan neuron yang lebih tinggi. Kita memiliki bukti bahwa perbedaan ukuran copus callosum, kumpulan jaringan yang menghubungkan otak bagian sebelah kiri dan kanan berhubungan dengan kelancaran bahasa.Karena anak perempuan memiliki copus callosum yang lebih besar, koordinasi yang lebih baik antara otak kiri dan kanan mungkin dapat menjelaskan mengapa anak perempuan memiliki kemampuan verbal yang lebih tinggi.
            Dalam sebuah penelitian terhadap anak berusia 3-19 tahun, anak dengan CAH (congenital adrenal hyperplasia) menunjukkan pemilihan terhadap mainan laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan saudara perempuan mereka yang tidak memiliki kelainan ini meskipun orang tua mereka mendorong perilaku yang sesuai dengan gender mereka.Mungkin contoh yang paling dramatis dari penelitian berdasarkan biologis adalah bayi yang diubah jenis kelaminnya menjadi perempuan secara medis karena hilangnya alat kelamin atau kelamin yang ambigu (sebagian laki-laki sebagian perempuan). Penelitian ini menunjukkan bahwa identitas gender mungkin didasari oleh struktur kromosom atau perkembangan sebelum lahir sehingga tidak bisa diubah dengan mudah.

PENDEKATAN KOGNITIF
Menurut Kolhberg dan para ahli kognitif lain, anak secara aktif mencari petunjuk mengenai gender dalam dunia sosial mereka→siapa melakukan apa dan siapa dapat bermain dengan siapa. Ketika anak menyadari dirinya termasuk ke dalam gender yang mana, ,mereka mengadopsi perilaku yang mereka anggap sesuai dengan gender tersebut.
Menurut Kohlberg perolehan peran gender bergantung pada konstanta gender (gender constanty), atau disebut juga konstanta kategori jenis kelamin→kesadaran anak bahwa jenis kelaminnya selalu tetap. Konstanta gender tumbuh dalam tiga tahap:
Identitas, stabilitas, dan konsistensi gender (Ruble & Martin, 1998; Szkrybalo & Ruble, 1999).  Identitas gender→kesadaran mengenai gendernya sendiri dan orang lain, biasanya muncul pada usia antara 2 sampai 3 tahun. Stabilitas gender muncul ketika anak perempuan sadar bahwa ia akan tumbuh sebagai seorang wanita dan anak laki-laki menyadari bahwa ia akan tumbuh menjadi seorang pria. Dengan perkataan lain, gender adalah sesuatu yang tetap meskipun usia seseorang berubah. Pada saat usia 3 dan 7 atau bahkan lebih, tumbuhlah konsistensi gender: kesadaran bahwa perempuan akan tetap menjadi perempuan meskipun rambutnya dipotong pendek, memakai celana, atau anak laki-laki tetap menjadi laki-laki meskipun ia memiliki rambut panjang atau memakai anting.
Pendekatan kognitif yang menggabungkan elemen perkembangan kognitif dan teori belajar sosial adalah teori skema gender (gender schema theory), yang mencoba menggambarkan mekanisme kognitif bagaiaman pembelajaran gender dan penipean gender terjadi.
Skema (mirip dengan skema Piaget) adalah sebuah jaringan yang terorganisasi secara mental mengenai informasi yang memengaruhi berbagai macam perilaku. Menurut teori skema gender, anak mulai (kemungkinan  besar dari bayi) mengategorikan berbagai kejadian dan orang, mengatur pengamatan mereka di sekitar skema, atau kategori, dari gender. Mereka mengatur informasi ini dengan dasar bahwa mereka melihat masyarakat mereka mengklasifikasi orang dengan cara ini: laki-laki dan perempuan menggunakan pakaian, bermain dengan mainan, dan menggunakan kamar mandi yang berbeda. Setelah mengetahui jenis kelaminnya, anak mengambil peran gender dengan mengembangkan konsep arti menjadi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat mereka. Anak kemudian menyesuaikan perilaku mereka dengan skema gender budaya-apa yang “seharusnya” dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Masalah yang timbul dari kedua teori skema gender maupun teori Kohlberg adalah stereotip gender tidak selalu meningkat seiring dengan peningkatan pengetahuan gender; bahkan sering kali yang terjadi adalah berlawanan (Bussey & Bandura, 1999). Pandangan saat ini yang didukung oleh hasil penelitian, adalah stereotip gender meningkat, kemudian menurun seiring dengan pola perkembangan (Rule & Martin, 1998; Welch-Ross & Schmidt, 1996). Sekitar usia 4-6, menurut  teori skema gender, anak mengonstruksi dan mengonsolidasikan skema gender, mereka hanya menyadari dan mengingat informasi yang sesuai dengan skema ini dan bahkan melebih-lebihkannya. Bahkan mereka cenderung untuk salah mengingat informasi yang bertentangan dengan stereotip gender, seperti foto anak perempuan yang menggergaji kayu atau anak laki-laki yang memasak, dan bersikeras mengatakan jenis kelamin pada foto itu adlah sebaliknya. Anak kecil akan dengan cepat menerima label ketika diberi tahu bahwa sebuah mainan yang tidak familiar adalah untuk lawan jenisnya, mereka akan melepaskan dengan segera, dan mereka juga mengharapkan orang lain melakukan hal yang sama (C.L. Martin. Eisenbund & Rose, 1995; Martin  & Ruble, 2004; Ruble & Martin, 1998).
Pada usia 5 dan 6 tahun, anak mengembangkan perbendaharan stereotip yang kaku mengenai gender dan mengaplikasikannya pada diri sendiri dan orang lain. Anak laki-laki akan lebih memperhatikan apa yang dianggap sebagai mainan “laki-laki” dan anak perempuan terhadap mainan “perempuan”. Anak laki-laki akan berharap bisa melakukan lebih dari baik pada hal-hal yang dianggap “laki-laki” daripada “perempuan”, dan ketika mencoba sesuatu, misalnya mendandani boneka, mereka akan sangat kikuk. Kemudian pada usia 7 atau 8 tahun, skema menjadi lebih kompleks seiring dengan integrasi anak mengenai informasi yang bertentangan, seperti fakta bahwa kebanyakan anak perempuan juga memakai celana. Anak mengembangkan keyakinan yang lebih kompleks mengenai gender dan jadi lebih fleksibel mengenai pandangan mereka terhadap peran gender.
Pendekatan kognitif terhadap perkembangan gender telah memberikan konstribusi penting dengan mengeksplorasi bagaimana anak berpikir mengenai gender dan apa yang mereka ketahui mengenai hal ini pada usia yang berbeda, Meskipun demikian, pendekatan ini tidak bisa secara penuh menjelaskan keterkaitan antara pengetahuan dan perilaku. Ada perdebatan mengenai mekanisme pasti yang membuat anak melakukan peran gender tertentu dan mengapa sebagian anak lebih memiliki penipean gender yang lebih kuat dibandingkan yang lain (Bussey & Bandura, 1992, 1999; Martin & Ruble, 2004; Ruble & Martin, 1998).Beberapa peneliti menunjuk pada sosialisasi.

PendekatanPembelajaranSosial
       Pada teori belajar tradisional, anak memperoleh peran model dari apa yang diamati. Anak biasanya memilih model yang dianggap kuat dan telaten. Biasanya model seseorang adalah orang tuanya, sering kali yang berjenis kelaminsama, tetapi anak juga membuat pola dari perilaku orang dewasa lain dan juga teman sepermainanmereka .Umpan balikdari perilaku bersama dengan pengajaran orang tua, guru, dan orang dewasa lain mendorong penipean gender.
TeorikognitifSosial (Albert Bandura)
        Sebuah perluasan dari teori belajar social, melihat gender sebagai hasil gabungan berbagai pengaruh yang kompleks, baik personal maupun social. Sosialisasi bagaimana anak menginterpretasi dan menginternalisasi pengalaman dengan orang tua, guru, teman dan institusi masyarakat, memainkan peran yang penting.
PengaruhKeluarga
Anak laki-laki cenderung lebih memperhatikan sosialisasi dalam permainan yang berhubungan dengan gender dibanding perempuan. Orang tua, terutama Ayah, biasanya lebih menunjukan ketidak setujuan jika anak laki-laki bermain dengan boneka dibandingkan anak perempuan bermain mobil-mobilan. Anak perempuan memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan anak laki-laki dalam memilih mainan, pakaian, dan temanbermain.
Dalamkeluarga yang egalite, peran ayah dalamsosialisasi gender menjadi sangat  penting.Dalam sebuah penelitian pengamatan  terhadap anak berusia 4 tahun di inggris dan hungaria, anaklaki-laki dan perempuan yang ayahnya ikut terlibat dalam tugas rumah tangga dan pengasuhan anak menjadi lebih tidak sadar mengena istereotip gender dan terlibat dalam permainan yang tidak memiliki stereotip gender.
Menurut sebuah penelitian longitudinal selama tiga tahun terhadap 198 anak pertama dan anak kedua yang bersaudara (usia median 10 dan 8) dan orang tua mereka. Anak kedua cenderung lebih mirip dengan saudara tuanya dalam hal sikap, kepribadian, dan aktivitas waktu senggangnya. Anak pertama lebih dipengaruhi oleh orang tuanya dan bukan oleh saudara mudanya.

Pengaruh teman sebaya
Pada masak anak-kanak awal, teman sebaya adalah hal utama yang memengaruhi penipean geder.Teman sebaya mulai mendorong perilaku penipean gender pada usia 3 tahun, dan pengaruh ini meningkat seiring pertambahan usia.Anak-anak, seperti juga orang tua mereka, tidak senang dengan anak laki-laki yang bertindak “seperti wanita” dibandingkan anak perempuan yang tomboy.
Bahkan pemelihan permainan pada usia ini lebih dipengaruhi secara kuat oleh teman sebaya dan media dibandingkan oleh model yang anak-anak lihatdirumah. Meskipun demikian, biasanya sikap orang tua dan teman sebaya bekerja saling melengkapi. Teori kognitif social melihat teman sebaya sebagai pengaruh independen terhadap sosialisasi, tetapi sebagai bagian dari system budaya yang kompleks yang melampaui orang tua dan juga agen sosialisasi yang lain.

PengaruhBudaya
           Di AS, Televisi adalah saluran utam apenyebarluasan sikap budaya terhadap gender. Meskipun parawanita dalam program televis dan iklan lebih mungkin untuk bekerja diluar rumah dan terkadang laki-laki diperlihatkan mengurus anak atau memasak, sebagian besar kehidupan yang digambarkan ditelevisi tetap lebih bersifat stereotip dibandingkan kenyataan.
Teori belajar social meramalkan bahwa anak yang banyak menonton siaran televise lebih memiliki penipean gender dengan meniru model yang mereka lihat dilayar kaca. Bukti pendukung yang sangat dramatis muncul dari sebuah eksperimen alamiah dibeberapa kota di kanada yang memperoleh akses siaran televisi untuk pertama kalinya. Anak yang tadinya relatif memiliki sikap yang tidak memiliki stereotip menunjukkan peningkatan pandangan yang lebih tradisional dua tahun kemudian. Dalamsebuah penelitian lain, anak-anak yang menonton serial televisi  yang tidak tradisional seperti episode dimana ayah dan anak laki-lakinya memasak bersama, memiliki pandangan stereoptik yang lebih rendah dibandingkan anak yang tidakmenonton serial itu.
Buku anak, terutama yang bergambar, sejak lama telah menjadi stereoptip gender. Sekarang, proporsi perempuan sebagai karakter utama sudah meningkat, dan anak-anak makin sering diperlihatkan sedang melakukan kegiatan yang eas dari penipean gender (anakperempuan  yang berpakain pilot atau sopir ambulans, anak laki-laki yang hadir dipesta minum teh ata umembant umencuci). Meskipun demikian, bahkan dalam buku bergambar yang baik, perempuan sering kali diperlihatkan dalam  perandomestik yang tradisional, dan laki-laki jarang di perlihatkan mengasuh anak atau melakukan pekerjaan rumah  tangga. Ayah, bahkan, biasanya tidakhadir, dan ketikamuncul, biasanya digambarkan sebagai orang tua yang tertutup dan tidak efktif.
Kekuatan utama dari pendekatan sosialisasi adalah kedalamandan keluasan berbagai macam proses yang diamatinyaserta lingkup perbedaan individual yang brhasil disingkap. Namun, kekompleksan ini membuatya sulit untuk menghasilkan suatu hubungan kausal yang jelas antara cara anak dibesarkan dengan bagaimana mereka berfikir atau bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar